Design Thinking untuk Pengembangan Talent Pool di IKN

Tulisan ini diawali dengan pertanyaan, bagaimana design thinking dan Teori Jaringan-Aktor (Actor-Network Theory/ ANT) bisa berperan dalam menyelesaikan suatu masalah dalam arena sosial yang penuh kontroversi? Design thinking sendiri menjadi popular karena dianggap bisa memandu cara berpikir untuk menyelesaikan aneka permasalahan yang rumit (wicked problems, Rowe, 1991). Sementara, bagi ANT aneka permasalahan yang rumit, bahkan menjadi kontroversi, justru menjadi sumber pengetahuan. Adakah titik temu keduanya?

Kasus Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Indonesia menjadi menarik untuk sarana ujicoba memadukan keduanya. Pembangunan IKN tentu memicu kontroversi, karena sarat dengan kepentingan politik terutama dalam alokasi anggaran. Namun demikian, ditemukan niat baik saat membangun pusat pemerintahan baru di tengah-tengah Indonesia, yaitu untuk menyeimbangan pembangunan di wilayah Timur Indonesa. Ketika kawasan IKN diprogramkan menjadi Superhub untuk pertumbuhan ekonomi, maka prinsip proksimitas atau kedekatan jarak diharapkan bisa menghela pembangunan di wilayah Timur Indonesia.

Kasus yang diujicobakan di sini adalah pengembangan Talent Pool di kawasan IKN. Kebijakan superhub akan membuka peluang investasi global di kawasan ini. Namun, apakah warga lokal siap merespon? Temuan awal, ditemukan kesenjangan yang sangat besar tentang pengetahuan, perhatian, dan kompetensi warga lokal terhadap peluang dan tekanan ekonomi di kawasan ini.

Meskipun berisi lebih banyak berisi gagasan arsitektural, tulisan ini mencoba mengujicobakan design thinking untuk pengembangan talent pool di kawasan IKN. Pendekatan frame innovation dari design thinking (Dorst, 2015) diujicobakan untuk memandu langkah-langkan desain: 1) archeology of problems and paradox, 2) contex and field, 3) themes, 4) Frames, futures, transformation, 5) integration. Sementara ANT banyak berperan untuk melihat kontroversi sebagai sumber pengetahuan, membuat aneka skenario aneka penyesuaian antar aktor, kalau dalam bahasa ANT disebut sebagai translasi, dan memprediksi bagaimana jejaring aktor berpotensi dalam pengembangan talent pool. 

Design Thinking untuk Balai Latihan Kerja

Perancangan Balai Latihan Kerja (BLK) di IKN merupakan respon terhadap permasalahan kebutuhan tenaga kerja jika nanti investasi cutting edge industry di kawasan ini. Namun dari berbagai survey sebelumnya, ditemukan akar permasalahan (archeology of problems) ada pada ketidaksiapan warga lokal untuk bisa bekerja pada industri yang membutuhkan kualifikasi khusus. Efeknya, akan ditarik tenaga kerja handal dari tempat lain, sehingga akan muncul paradoks: kesenjangan kompetensi antara pekerja pendatang dan warga lokal.

Cara untuk memediasi kesenjangan menjadi tema (theme) utama dalam perancangan BLK. Dari berbagai diskusi dan proses iterasi desain (frames, futures, transformation) ditemukan bahwa peningkatan kompetensi dari warga lokal paling mungkin adalah keikutsertaan dalam usaha rumah makan. Dengan demikian, BLK dirancang terintegrasi dengan area makan (food stall), di mana para pekerja yang didatangkan dari luar bisa berinteraksi dengan warga lokal lewat aktivitas makan sehari-hari (gambar 1).

Kontribusi ANT adalah menempatkan area makan sebagai artikulator untuk memediasi kesenjangan kompetensi antara pekerja luar dengan warga lokal. Lewat kegiatan makan sehari-hari, sirkulasi informasi dan pengetahuan tentang kebutuhan industri yang spesifik bisa tersirkulasi ke warga lokal. Area makan tersebut merupakan sarana dalam berdiskusi, berinteraksi, serta bagian dari pengembangan infromasi lokalitas yang bermanfaat, sebagai upaya pengembangan kualitas masyarakat dan wilayah lokal. Pengetahuan dan informasi ini diharapkan bisa men-generate motivasi untuk meningkatkan kapasitas diri, secara sukarela belajar untuk merespon kebutuhan investasi di area IKN. Keberadaan food stall ini merupakan area interaksi informal bagi pemangku kepentingan dan masyarakat dalam menciptakan kesan inklusif bagi daerah pengembangan IKN. Penciptaan ruang sosial dalam menghilangkan psychological gap dalam hubungan masyarakat, sebagai pengembangan kualitas kehidupan sosial masyarakat. Pembauran antara manusia-manusia dalam wilayah perancangan tersebut, diharapkan menciptakan interaksi positif dalam pengembangan wilayah IKN sebagai pusat pertumbuhan baru bagi Kalimantan, terlebih Indonesia.

Gambar 1: Usulan desain untuk fasilitas Balai Latihan Kerja yang diintegrasikan dengan tempat makan bersama

Design Thinking untuk Fasilitas Air Bersih

Desain fasilitas air bersih dipilih untuk menindaklanjuti teknologi pemboran untuk sumber air bersih yang sudah dilaksanakan sebelumnya oleh tim dari ITB (pak Widodo dan pak Arno Adi Kuncoro). Pemboran ini dimaksudkan untuk merespon problem mendasar (archeology of problems) ketersediaan air bersih secara umum di kawasan IKN terutama karena kondisi geologis di kawasan itu. Meskipun kemudian teknologi ini berhasil menarik air bersih dari dalam tanah, namun muncul banyak paradoks: sense of belonging yang rendah dari masyarakat sekitar yang menganggap sebagai proyek top-down, dan keberlanjutan pemanfaatan sumber air bersih yang berhasil ditarik karena ada program bendungan yang diharapkan menjadi pemasok air bersih di IKN tersebut.

Merespon permasalahan tersebut, desain fasilitas air bersih di IKN membuka tema untuk mengembangkan cara konsumsi hasil teknologi tersebut. Kerangka (frame) yang dibangun adalah mengintegrasikan kebutuhan fungsional dan keinginan untuk rekreasi secara bersamaan. Dengan frame ini, maka fasilitas air bersih bisa sekaligus menjadi fasiltias rekreatif yang bisa dimanfaatkan oleh warga sekitar maupun para pekerja pendatang di IKN. Framing ini akhirnya membawa desain yang menawarkan fasilitas amphitheater seating, outdoor seating, ruang berjualan UMKM lokal, toilet umum, dan outdoor shower (gambar 2).

Dikaitkan dengan talent pool, fasilitas air bersih, selain mempunyai fungsi sosial, juga mempunyai fungsi ekonomis. Aktivitas ekonomis ini yang akan memicu warga lokal untuk memasok kebutuhan para pendatang di IKN, dan dorongan ekonomis ini diharapkan mampu meningkatkan secara natural kompetensi warga lokal menyesuaikan standar konsumsi dari pendatang. ANT berperan menjadikan fasilitas air bersih sebagai mediator antara sumber air yang didapatkan dengan kemungkinan pemanfaatan oleh aktor lokal dan pendatang sekaligus.

Gambar 2: Usulan desain untuk fasilitas air bersih dengan fungsi sosial dan ekonomi

Design Thinking untuk Fasilitas Pelatihan Aquaculture

Fasilitas Pelatihan Aquaculture (Aquaculture Learning Center/ ALC) dipilih karena teknologi aquaculture ini sudah dikembangkan di ITB (oleh pak I Gede Suantika dan tim), dan telah dikenalkan dalam kegiatan pengabdian masyarakat di IKN sebelumnya. Permasalahan yang direspon adalah bagaimana kawasan IKN bisa menjadi kawasan pusat pertumbuhan baru karena investasi teknologi, dan bagaimana teknologi aquaculture bisa menjadi salah satu opsi untuk investasi. Namun ditemukan paradoks, bahwa teknologi ini mempunyai standar presisi yang tinggi, sehingga dibutuhkan tenaga kerja dengan kualifikasi khusus yang harus didatangkan dari luar kawasan IKN.

Dengan asumsi bahwa teknologi ini bisa memasok kebutuhan pangan untuk industri di IKN, maka pendekatan yang dipilih adalah investasi teknologi sekaligus sumber daya manusia. Saat ini, sudah ada usaha tambak oleh masyarakat lokal, namun dengan produktivitas yang masih sangat rendah. ALC diharapkan menjadi fasilitas dari berbagai stakeholder, yaitu Otoritas IKN yang diharapkan sebagai fasilitator dan didukung oleh pemerintah pusat dan para peneliti, investor, pengelola dan pekerja, masyarakat lokal dan para perwakilan yang akan terlibat sebagai pekerja dalam investasi, dan universitas lokal yang bisa mengikutsertakan mahasiswa sebagai tempat belajar. Dengan kerangka ini, maka ALC bisa didesain sebagai tempat budidaya ikan sekaligus sebagai tempat pelatihan bagi warga lokal dan disertai dengan fasilitas riset dan pengembangan. Artinya, investasi dirancang bukan sekadar untuk profit ekonomi, namun juga sekaligus menjadikan ALC sebagai agen untuk pengembangan pengetahuan dan pemberdayaan. ALC diharapkan menjadi agen bagi masyarakat IKN untuk memperoleh akses terhadap teknologi akuakultur terbaru, meningkatkan produktivitas perikanan, dan mengembangkan usaha mereka secara lebih berkelanjutan, menciptakan peluang kerja baru, meningkatkan daya saing sektor perikanan lokal, serta mendukung ketahanan pangan di wilayah tersebut (gambar 3).

Gambar 3: Desain Aquaculture Learning Center

 

Prospek Pengembangan Talent Pool di IKN

Dari berbagai gagasan berbasis teknologi, hal terpenting dalam pengembangan talent pool adalah peta jalan (road map) yang memandu pengembangan sumber daya manusia di kawasan IKN. Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) tentunya tidak hanya pembangunan fisik, namun pembangunan manusia juga merupakan sasaran pembangunan yang tidak kalah penting. Dengan terbukanya peluang kerja dan berwirausaha di IKN, diharapkan dapat peningkatnya kualitas SDM eksisting yang terlatih dan kompeten sebagai supply dan menjadi perhatian khusus agar mereka mendapatkan bagian atau berkontribusi dalam pembangunan IKN.

Roadmap Talent Pool IKN juga perlu memitigasi resiko kesenjangan antara masyarakat lokal dengan pendatang. Sebagaimana terlihat dari data sensus keluarga 2023 oleh BKKBN, tingkat pendidikan dari sekitar 50% kepala keluarga di delineasi IKN merupakan pendidikan rendah, yakni SD-SMP. Dengan demikian, dapat kita asumsikan bahwa livelihood setengah keluarga di IKN saat ini bergantung pada pekerjaan yang padat karya dan kemungkinan berpendapatan rendah. Untuk memastikan adanya kesempatan yang adil bagi masyarakat lokal, Roadmap talent pool ini perlu juga mengidentifikasi peluang peningkatan ketrampilan dan penghidupan bagi mereka, sesuai dengan arah pembangunan IKN.

Selain meng-exercise teknologi yang sudah dikembangkan, ke depan ITB berkolaborasi dengan Otoritas IKN akan terus menerus mengidentifikasi bidang-bidang pekerjaan dan keahlian yang menjadi demand di masa depan. Ini akan menjadi referensi untuk merancang program peningkatan kapasitas masyarakat lokal di wilayah delineasi IKN. Hal ini menjadi bagian sangat penting untuk mendukung kebijakan afirmasi dalam memastikan pembangunan yang inklusif. Kesuksesan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai kota cerdas dan penggerak ekonomi Indonesia di masa depan sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia yang dimiliki.

Gagasan pembangunan fisik yang mampu menarik talenta yang terampil, berpengalaman, dan memiliki keterampilan masa depan (future skills) menjadi faktor utama dalam mewujudkan IKN sebagai Superhub Ekonomi dengan enam klaster unggulan. Untuk itu, pengembangan Talent Pool di IKN akan fokus pada tiga langkah strategis yaitu: 1) mengidentifikasi kebutuhan talenta yang relevan dengan sektor ekonomi yang berkembang, 2) mengatasi kesenjangan infrastruktur penyedia talenta, dan 3) mengembangkan ekosistem inovasi regional untuk mendorong pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi yang dapat menarik talenta lokal, nasional, dan internasional. Pendekatan ini diharapkan bisa memandu rajutan antara talenta lokal dan talenta global untuk turut berkontribusi dalam pengembangan IKN di masa depan.

 

Penutup

Pengembangan talent pool di kawasan IKN ke depan bisa diarahkan untuk membangun ekosistem inovasi regional (Regional Innovation Ecosystem/ RIE) di kawasan ini. Aneka program pengembangan sumber daya manusia yang kompetitif, yang dibangkitkan lewat kegiatan riset dan inovasi, diharapkan bisa menyebarkan pengetahuan ke seluruh wilayah, tentang prospek pertumbuhan ekonomi yang mampu menghela potensi warga lokal untuk maju. Relasi mutual dari para aktor menjadi penting dalam terbentuknya ekosistem, di mana inovasi selain akan menarik investasi global juga akan memberdayakan warga lokal.

Keterlibatan universitas, dalam hal ini ITB lewat kegiatan pengabdian masyarakat, bisa dibaca sebagai upaya untuk membangun kebijakan lewat riset (research-based policy). Riset merupakan aneka upaya dalam memproduksi pengetahuan, dan pengetahuan akan memandu masyarakat untuk menuju pada kehidupan yang lebih baik. Belajar dari kemajuan negeri Tiongkok, kebijakan berbasis riset telah mampu mendorong penciptaan aneka inovasi dan teknologi yang membuat negeri ini sebagai negeri yang sangat berpengaruh di dunia saat ini.

Secara keilmuan, kontribusi design thinking dan ANT adalah bagaimana membingkai ketidakpastian. Bagi ANT, ketidakpastian muncul karena adanya banyak kontroversi, dan kontroversi ini justru menjadi sumber pengetahuan. Kontroversi yang terjadi di IKN akan menjadi sumber pengetahuan tentang bagaimana membangun pusat pertumbuhan ekonomi baru untuk memeratakan pembangunan di wilayah Timur Indonesia lewat intervensi politik kenegaraan. Design thinking membantu untuk membingkai ketidakpastian itu, misalnya lewat ide pengembangkan talent pool, menjadikan IKN sebagai stimulan utama karena perannya sebagai superhub untuk suatu model pengembangan ekosistem inovasi regional di Indonesia.

73

views