Resistensi Bencana Banjir Berbasis Teknologi dan Komunitas

Desa Titigogoli merupakan salah satu kawasan pesisir di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara yang menghadapi ancaman utama yaitu banjir. Meski menyimpan potensi keindahan alam yang luar biasa, desa ini mengalami tekanan lingkungan yang meningkat dari tahun ke tahun. Topografi desa yang dilalui oleh pertemuan dua anak sungai memperbesar risiko bencana hidrometeorologis. Kondisi ini berdampak langsung pada kehidupan sosial masyarakat, mulai dari rusaknya infrastruktur dan gangguan aktivitas keseharian masyarakat lokal. Menyadari hal ini, Tim Pengabdian kepada Masyarakat dari Institut Teknologi Bandung (ITB) melakukan serangkaian kegiatan penyuluhan dan intervensi berbasis teknologi serta pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan ketangguhan warga terhadap bencana tersebut.

Kondisi Lingkungan dan Sosial

Desa Titigogoli berada di wilayah yang secara geomorfologis dilalui oleh dua anak sungai besar yang bermuara dan bertemu di sekitar pemukiman warga. Pertemuan aliran ini menjadi titik rawan karena pada saat curah hujan tinggi, volume air dari hulu tidak dapat tertampung dengan baik akibat sedimentasi dan pendangkalan sungai. Hal ini menyebabkan luapan air menyentuh hingga ke rumah-rumah warga. Berdasarkan penelusuran lapangan oleh tim Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM) ITB pada 17 Agustus 2023, ketinggian air saat banjir pada 8 Januari 2022 tercatat mencapai 92 cm. Situasi ini menggambarkan betapa mendesaknya penanganan yang tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga preventif dan adaptif terhadap kondisi setempat.

Secara sosial, masyarakat Titigogoli terdiri dari kelompok-kelompok yang memiliki ikatan komunal yang cukup kuat, sehingga pendekatan pemberdayaan berbasis komunitas dianggap paling efektif dalam mendorong partisipasi aktif dalam mitigasi bencana. Selain itu, akses komunikasi masyarakat terhadap informasi teknologi masih terbatas, menjadikan transfer pengetahuan menjadi komponen penting dalam setiap program intervensi.

Penyuluhan dan Pengenalan Sistem Peringatan Dini

DRPM ITB mengadakan program bertajuk “Peningkatan Ketangguhan Masyarakat Terhadap Banjir dan Abrasi di Desa Titigogoli” pada tahun 2023. Tim yang dipimpin oleh Mohammad Farid, Ph.D., mengawali kegiatan dengan penyuluhan kepada perangkat desa dan warga terkait pentingnya sistem peringatan dini banjir. Teknologi yang diperkenalkan berupa sensor ketinggian muka air sungai yang dapat memberikan sinyal bahaya secara otomatis kepada pihak desa melalui media sosial berjaring tertutup.

Tim juga memperkenalkan metode pengamatan fisik menggunakan peilschaal, alat sederhana namun efektif untuk memantau tinggi muka air secara visual yang berada di jembatan sungai. Informasi dari peilschaal digunakan sebagai verifikasi lapangan terhadap data yang dikumpulkan secara digital. Kegiatan ini bertujuan membangun pemahaman dasar mengenai bahaya banjir dan bagaimana teknologi sederhana hingga menengah dapat membantu masyarakat mempersiapkan diri sebelum bencana datang.

Tantangan Teknis dan Lingkungan

Salah satu temuan utama dalam kunjungan lapangan adalah adanya hambatan teknis yang memperburuk risiko banjir, yaitu pendangkalan sungai akibat sedimentasi dari aliran dua anak sungai di hulu. Sungai yang semakin dangkal mengurangi kapasitas alir dan mempercepat luapan ketika debit meningkat. Didukung dengan topografi yang cenderung datar, bencana banjir ini dapat berdampak semakin parah untuk ke depannya.

Selain itu, infrastruktur listrik di desa ini sering terganggu saat terjadi hujan lebat, mengakibatkan sistem peringatan dini berbasis elektronik menjadi tidak stabil. Warga pun harus bergantung pada pengamatan langsung dan informasi dari mulut ke mulut, yang sangat terbatas efektivitasnya dalam situasi darurat.

Dari sisi kelembagaan, meskipun perangkat desa memiliki semangat tinggi untuk terlibat aktif, namun belum semua warga memiliki kapasitas teknis maupun pemahaman cukup untuk mengelola risiko bencana secara mandiri. Oleh karena itu, program lanjutan perlu diarahkan pada penguatan sistem operasional dan kapasitas masyarakat yang berbasis komunitas untuk mencapai keberlanjutan manfaat.

Penguatan Sistem dan Energi Terbarukan

Melanjutkan inisiatif tahun sebelumnya, DRPM ITB melalui Pusat Pengembangan Sumber Daya Air (PPSDA) ITB, kembali menggelar program lanjutan pada 29 Agustus 2024 di Desa Titigogoli. Program bertajuk “Penguatan Kapasitas Masyarakat dan Sistem Peringatan Dini Banjir Berbasis Komunitas” ini membawa pendekatan lebih terintegrasi, khususnya dengan peningkatan teknologi dan kapasitas sosial warga.

Dalam kunjungan tersebut, sistem peringatan dini yang sebelumnya telah diperkenalkan, ditingkatkan melalui penggunaan energi surya untuk menjamin keberlanjutan operasional meskipun listrik desa padam saat banjir. Panel surya yang dipasang didukung oleh sistem penyimpanan energi melalui baterai untuk memasok daya bagi sistem pengirim data otomatis selama berhari-hari. Inovasi ini menjadi solusi terhadap kendala utama sebelumnya dan sejalan dengan agenda penggunaan energi bersih di wilayah terpencil Indonesia.

Di samping peningkatan teknis, Tim ITB juga memfokuskan kegiatan pada penyusunan ulang peta risiko banjir. Dengan melibatkan masyarakat secara langsung, dilakukan validasi tingkat risiko banjir, lokasi terdampak, pengidentifikasian titik evakuasi, jalur aman, dan fasilitas umum yang bisa dimanfaatkan saat darurat. Peta ini tidak hanya menjadi dokumen teknis, tetapi juga alat edukasi dan persiapan bagi warga dalam menghadapi bencana.

Pentingnya Pendekatan Pentahelix dan Komunitas

Kegiatan penguatan sistem tidak hanya dilakukan dari sisi teknologi, tetapi juga melalui pendekatan Pentahelix, yakni kolaborasi antara akademisi, pemerintah desa, masyarakat, media, dan sektor swasta lokal. Dalam program ini, peran warga sebagai subjek utama sangat ditekankan. Melalui diskusi kelompok, warga dilibatkan dalam penentuan prioritas mitigasi, pelatihan penggunaan alat, hingga simulasi evakuasi mandiri.

“Masyarakat adalah elemen pertama yang terkena dampak dan menjadi garda terdepan dalam upaya penanggulangan,” ujar Mohammad Farid, Ph.D., menekankan pentingnya pelibatan warga sejak tahap perencanaan hingga implementasi. Dalam kegiatan pelatihan, warga diajarkan untuk mengenali tanda-tanda awal potensi banjir, cara membaca data dari sistem peringatan dini, serta langkah-langkah evakuasi yang aman dan terorganisir.

Dampak Program terhadap Masyarakat dan Pemerintah Desa

Kepala Desa Titigogoli, Bapak Robi Toni, menyambut positif keberlanjutan program ini. Beliau menyampaikan bahwa kegiatan ITB menjadi cikal bakal transformasi kesiapsiagaan masyarakat yang sebelumnya cenderung pasif menjadi aktif dan adaptif berbasis keilmuan. Ia juga mengakui bahwa peningkatan pemahaman masyarakat terhadap risiko banjir kini mulai terlihat, terutama dari kesiapan warga dalam memahami jalur evakuasi darurat.

Selain manfaat langsung kepada masyarakat, program ini juga mendorong pembaruan kelembagaan di tingkat desa. Pemerintah desa mulai merancang pembentukan satuan tugas bencana berbasis perangkat desa, yang akan dilatih lebih lanjut dalam penggunaan sistem dan pengelolaan mitigasi serta tindakan darurat. Ini menjadi langkah strategis dalam menciptakan tata kelola bencana yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Tindakan Lanjutan

Tindakan yang diperlukan untuk mendukung keberhasilan dan keberlanjutan manfaat dari program ini antara lain:

  • Pemeliharaan sistem peringatan dini perlu dilakukan secara berkala untuk menjaga konsistensi fungsi mitigasi darurat. Selain itu, perluasan jaringan sistem ini juga perlu didorong oleh pemerintah daerah guna mengurangi risiko dampak banjir.
  • Penerbitan buku “Mengenal Lebih Dekat dengan Risiko Banjir” oleh PPSDA ITB menjadi bahan ajar penting yang sangat dianjurkan untuk digunakan dalam pelatihan masyarakat maupun sebagai materi pembelajaran di sekolah-sekolah di wilayah rawan banjir.
  • Integrasi program dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dapat mengoptimalkan skema pendanaan desa, sehingga dukungan terhadap upaya mitigasi dapat dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan.
  • Peningkatan kolaborasi dengan pihak lain seperti pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun sektor swasta sangat diperlukan untuk memperluas dampak program serta memperkuat kapasitas dan infrastruktur masyarakat secara signifikan.

 

 

81

views