Pada era globalisasi ini, pendidikan sains memiliki peranan yang sangat penting dalam membentuk masa depan bangsa. Sains, terutama di bidang kimia, sangatlah penting dalam mendorong kemajuan teknologi, mengatasi tantangan global, dan meningkatkan kesejahteraan manusia (Yuliati, 2017). Menurut Programme for International Student Assessment (PISA) 2018, peringkat literasi sains Indonesia berada di bawah rata-rata negara peserta (OECD, 2019). Literasi sains Indonesia berada pada peringkat 72 dari 77 negara partisipan. Peringkat yang rendah ini mendorong perlunya strategi yang efektif untuk meningkatkan keterlibatan dan antusiasme siswa terhadap pembelajaran sains (OECD, 2019).
Berikut merupakan skor literasi sains siswa Indonesia dari tahun 2000 sampai tahun 2018 sebagai indikator pemeringkatan PISA dengan standar internasional.
Gambar 1. Skor Literasi Sains Indonesia (OECD, 2019)
Beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya minat siswa Indonesia terhadap sains. Salah satu masalah utama adalah metode pengajaran tradisional yang sering mengandalkan hafalan dan kurangnya kegiatan praktik (Acesta, 2020). Teori tanpa aplikasi di dunia nyata, menyebabkan kegiatan belajar mengajar menjadi monoton dan akan berefek pada minat sains siswa.
Praktikum aplikatif dan berbasis digital dapat menjadi solusi dalam peremajaan modul praktikum di sekolah tingkat menengah atas (Angraini L.M., dkk, 2019). Selain itu masih banyaknya guru kimia tetap bertahan dengan metode pembelajaran yang berkesan hanya satu arah, sehingga menyebabkan siswa cenderung pasif, kurang termotivasi dan sering tidak serius mendengarkan penjelasan dari guru karena mereka merasa jenuh dan bosan. Fakta lain terjadi adalah mereka tidak merasakan adanya hal yang menarik ketika mempelajari materi kimia karena bentuk dan cara penyampaian dan pengajaran yang tidak mereka sukai. Hal-hal yang sederhana seperti itu sangat berpengaruh terhadap minat belajar mereka dalam mata pelajaran kimia.
Keadaan seperti ini mengakibatkan siswa menjadi terdoktrin bahwa pelajaran kimia merupakan mata pelajaran yang rumit. Hal ini tanpa sengaja didukung oleh guru itu sendiri yang masih sering melakukan praktik mengajar Teacher Centered Learning. metode pembelajaran ini menciptakan pembelajaran satu arah yang akan menciptakan sebuah batasan-batasan terhadap siswa untuk mereka dapat menggali informasi lebih dalam dan lebih rinci lagi (Manalu, 2019). Pendekatan ini gagal menangkap rasa ingin tahu siswa dan membuat sains relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka. Oleh karena itu, penting dilakukan suatu inovasi metode yang dapat merevolusi kondisi pendidikan sains di Indonesia.
Beberapa strategi yang dapat digunakan dalam peningkatan minat sains siswa yaitu dengan menerapkan metode pembelajaran yang menarik dan interaktif. Dengan revolusi metode pengajaran tradisional menggunakan teknik pembelajaran yang lebih interaktif dapat mendorong partisipasi siswa, eksperimen praktik, dan penerapan konsep sains di dunia nyata serta penggunaan teknologi berbasis komputasi/digital (Purba, A. dkk. 2021). Selain itu juga dapat dengan peningkatan kualitas laboratorium dan kualitas pendidik. Cara lain yang juga dapat dilakukan adalah dengan membentuk klub sains, ekstrakurikuler berbasis sains, mengadakan pameran sains, serta menonjolkan relevansi sains dalam kehidupan sehari-hari, dapat meningkatkan ketertarikan siswa terhadap sains. Penelitian lain dalam jurnal Science Education International (SEI) berjudul "Fostering Interest in Science: The Role of Science Clubs" menunjukkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler seperti klub sains dapat secara efektif menstimulasi rasa ingin tahu dan minat siswa terhadap sains (Blankenburg dkk., 2015). Klub-klub ini memberikan kesempatan untuk eksperimen praktik, diskusi dengan para ahli, dan partisipasi dalam kompetisi sains, yang semuanya berkontribusi pada peningkatan minat dan keterlibatan.
Praktikum di sekolah menengah yang tidak merata baik infrastruktur dan modul menjadi prioritas esensial dalam pengembangan pembelajaran di sekolah tingkat menengah atas. Praktikum aplikatif dan berbasis komputasi dapat menjadi solusi dalam peremajaan modul praktikum di sekolah tingkat menengah atas. Beberapa kekurangan kelengkapan peralatan laboratorium dapat diatasi dengan penggunaan bahan-bahan sederhana yang mudah ditemukan di kehidupan sehari-hari SMAN 3 Banjar menjadi salah satu tolak ukur kualitas pendidikan di daerah Selatan Jawa Barat. Kemampuan siswa sekolah tersebut termasuk masih tertinggal dalam bidang sains terutama dalam pengembangan aplikasi bidang sains dalam pemberdayaan kualitas pembelajaran bidang sains. Hal ini selaras dengan minat sains siswa SMA mengalami penurunan akibat kurangnya pendekatan interaktif dan eksperimen terapan serta evaluasi yang menekankan ujian ketimbang pemahaman konseptual.
Oleh karena itu, dalam meningkatkan kualitas keilmuan antara akademisi di universitas dengan pihak sekolah menengah atas, akademisi, komunitas keprofesian dan mahasiswa berkolaborasi berbagi keahlian untuk pengembangan pembelajaran kimia. Pemahaman melalui praktikum percobaan kimia sederhana dan aplikatif dapat memudahkan siswa dalam memahami teori yang diajarkan di sekolah sekaligus mewadahi siswa dalam berkreasi dan berkontribusi untuk meningkatkan kualitas keilmuan sains kimia di sekolah menengah atas.
Beberapa eksperimen yang di demonstrasikan di antaranya indikator asam basa alami, sel volta, balon hidrogen, pembuatan sabun cair dan visualisasi menggunakan komputasi. Semua bahan yang digunakan dapat ditemukan di kehidupan sehari-hari dan aplikasinya dapat di download gratis. Semua siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok dan dapat mencobakan langsung setiap eksperimen yang didemonstrasikan.
Percobaan pertama yang dilakukan adalah pengujian asam basa menggunakan indikator alami. Salah satu indikator alami yang dapat digunakan dalam pengujian asam basa adalah ekstrak bunga kembang sepatu. Warna ekstrak kembang sepatu mengalami perubahan karena senyawa antosianin yang ada di dalamnya. Struktur senyawa tersebut mengandung kation flavilium, yang dapat mengalami perubahan struktur tergantung pada pH. Perubahan warna ini diamati ketika lingkungan berubah. Lingkungan asam menyebabkan warna menjadi merah terang, lingkungan basa menghasilkan warna hijau tua, dan lingkungan netral menghasilkan warna ungu. Antosianin, sebagai bagian dari kelompok senyawa pigmen alami, memberikan warna merah, ungu, atau biru pada berbagai tumbuhan dan buah-buahan. Ini termasuk dalam kelas senyawa flavonoid, memiliki peran penting dalam menarik serangga penyerbuk, melindungi tanaman dari radiasi sinar matahari, dan memberikan estetika pada buah-buahan dan bunga. Salah satu sifat menarik dari antosianin adalah kemampuannya untuk berubah warna saat terjadi perubahan pH. Perubahan warna antosianin bersifat reversibel tergantung pada tingkat keasaman atau kebasaan larutan, sehingga menjadikannya indikator asam basa alami yang sangat efektif.
Percobaan pertama ini bertujuan melatih kemampuan analisis dan pola pikir kritis siswa dalam mengamati peristiwa sains melalui perubahan warna akibat respons antosianin. Selain bunga kembang sepatu, kol merah juga dapat digunakan sebagai indikator asam basa alami karena juga mengandung senyawa antosianin. Antosianin menunjukkan perubahan warna menjadi kuning pada basa kuat, hijau pada basa lemah, ungu pada asam lemah, dan merah muda pada kondisi pH sangat asam. Sebagai hasilnya, materi alami yang mengandung antosianin sering dipilih sebagai indikator asam basa alami, bahkan digunakan untuk melakukan titrasi asam basa. Pada suasana asam, antosianin cenderung berwarna merah atau merah muda karena memiliki penyerapan maksimum di sekitar 500-550 nm. Kondisi asam meningkatkan konsentrasi ion H+ dalam larutan, menyebabkan antosianin berada dalam bentuk terionisasi yang berwarna merah. Di sisi lain, pada suasana basa, antosianin biasanya berwarna ungu atau biru karena penyerapan maksimumnya berada di sekitar 550-650 nm. Saat larutan bersifat basa, konsentrasi ion OH- yang meningkat mengakibatkan antosianin berada dalam bentuk tidak terionisasi yang berwarna ungu atau biru. Untuk hasil dari percobaan ini dapat dilihat pada Tabel 1. Dengan kemampuan perubahan warna ini, antosianin dapat berperan sebagai indikator asam basa alami yang berguna dalam berbagai aplikasi seperti penelitian, percobaan kimia, dan kegiatan pendidikan. Selain itu, dalam industri makanan dan minuman, antosianin juga digunakan sebagai pewarna alami untuk memberikan tampilan estetis pada produk.
Tabel 1. Percobaan Indikator asam basa alami
Sample | Warna yang dihasilkan |
Air murni | Ungu lembayung |
Asam cuka | Merah muda |
Sabun Mandi | Hijau muda |
Selanjutnya, percobaan kedua yaitu “sel volta”. Tujuan dari dilaksanakannya percobaan ini adalah melatih kreativitas dan inovasi siswa terkait penemuan energi alternatif. Banyak sumber energi alternatif yang dapat diperbarui dan ramah lingkungan. Salah satunya bisa bersumber dari jeruk nipis yang dapat ditemukan di lingkungan sehari-hari. Jeruk nipis merupakan jenis bumbu dapur yang banyak dijumpai dan dapat bertindak sebagai elektrolit karena mengandung garam, asam, dan air (Susi, 2017). Hal tersebut juga dapat diamati pada buah atau sayur lainnya seperti jeruk, kentang, pisang, tomat, dan lainnya. Kemampuan jeruk nipis sebagai elektrolit dapat ditandai dengan dihasilkannya aliran Listrik DC skala kecil dari beberapa jeruk nipis yang dihubungkan dengan elektroda. Sekitar 5 sampai 6 jeruk nipis yang dihubungkan menggunakan paku sebagai elektroda dan kabel dapat menghidupkan lampu LED. Hal tersebut karena jeruk nipis mengandung zat-zat yang dapat menghasilkan Listrik seperti asam askorbat, karbohidrat, kalium, lemak, NaCl, air, pati, zat besi, dan komponen lainnya. Faktor lain yang juga menyebabkan menyalanya lampu LED pada jeruk nipis adalah senyawa kimia ionik yang terdapat pada jeruk nipis mengalami disosiasi yang bergerak bebas dan mengakibatkan terciptanya arus listrik sekala kecil. Berikut (Gambar 2)merupakan percobaan menghasilkan arus DC menggunakan jeruk nipis.
Gambar 2. Percobaan menghasilkan listrik menggunakan jeruk nipis
Percobaan ke tiga adalah “balon hidrogen”. Percobaan bertujuan untuk mengenalkan pembentukan gas hidrogen pemanfaatannya yang berasal dari reaksi kimia sederhana. Pengamatan yang dianalisis siswa pada percobaan ini adalah penyebab balon dapat mengembang sendiri tanpa harus ditiup. Prosedur pelaksanaan percobaan ini adalah dengan menggunakan aluminium foil dan NaOH 2M. Aluminium foil dipotong kecil-kecil membentuk bulatan dengan jumlah 6 bulatan dengan diameter sekitar 1 cm. Selanjutnya bulatan alumunium foil tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan NaOH 2M yang diencerkan sedikit dengan air. Sesegera mungkin tutup mulut erlenmeyer dengan balon. Gas hidrogen yang dihasilkan dari reaksi kimia yang terjadi akan membesarkan balon dengan sendirinya. Adapun reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
2Al(s) + 2NaOH(aq) + 6H2O(l) → 2NaAl(OH)4 (aq) + 3H2 (g) (1)
Reaksi tersebut akan membuat erlenmeyer menjadi panas. Siswa diminta untuk berpikir kritis dalam mengamati peristiwa sains yang terjadi. Erlenmeyer terasa panas karena reaksi tersebut bersifat eksoterm atau melepaskan kalor. Reaksi tersebut juga merupakan salah satu jenis reaksi redoks. Alumunium mengalami perubahan kenaikan bilangan oksidasi dari 0 menjadi +3 yang merupakan reaksi oksidasi. Sedangkan hidrogen pada NaOH mengalami reduksi dengan penurunan bilangan oksidasi dari +1 menjadi 0 pada H2. Pada reaksi tersebut, aluminium bersifat sebagai reduktor sedangkan NaOH bersifat sebagai oksidator (Thoriq dkk., 2024). Gas H2 yang terbentuk ditandai dengan membesarnya balon dengan sendirinya. Semua siswa terlihat paling antusias melaksanakan percobaan ini. Percobaan balon hidrogen yang dilaksanakan dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.
Gambar 3. Percobaan Balon Hidrogen yang Dilakukan Langsung oleh Siswa
Selain ketiga percobaan sederhana tersebut, dilakukan juga eksperimen pembuatan sabun cair. Pada percobaan ini, siswa diberi contoh oleh demonstran terlebih dahulu sebelum membuat sabun cair secara mandiri. Siswa diminta mencampurkan texapon yang merupakan bahan utama pembuatan sabun cair dengan natrium klorida (NaCl). Texapon ini berfungsi sebagai surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan atau tegangan antarmuka dari dua senyawa yang berbeda. Surfaktan mampu dapat menjembatani senyawa yang polar dan non polar karena bersifat amfifilik, yaitu memiliki gugus hidrofobik dan hidrofilik pada senyawanya (Sianiar, 2021). Sabun cair sendiri termasuk ke dalam kelompok surfaktan. Prinsip kerja surfaktan adalah pembentukan agregat yang disebut misel yang merupakan hasil dari pemecahan antar muka minyak dan air sehingga kedua zat tersebut mampu bergabung menjadi satu. Pada pembentukan misel tersebut, ujung surfaktan yang memiliki sifat hidrofilik akan terpapar air, sedangkan ujung surfaktan yang memiliki sifat hidrofobik akan bergabung dengan minyak dan tetap terlindung dari air. Molekul surfaktan akan berkumpul mengelilingi minyak sehingga mencegahnya mengendap kembali.
Pada percobaan ini, terdapat tiga bahan utama pembuatan sabun, yaitu texapon, natrium klorida (NaCl), dan air. Texapon atau dalam bahasa ilmiahnya adalah Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) merupakan salah satu surfaktan anionik dalam pembuatan sabun cair (Katewongsa & Phaechamud, 2012). Texapon ini juga merupakan salah satu turunan dari minyak kelapa yang memiliki berbagai kelebihan, seperti sifatnya yang ramah lingkungan, sehingga mendukung pelestarian lingkungan. Selain itu, senyawa ini juga aman bagi tubuh, karena sifatnya yang tidak sekeras surfaktan berbahan ABS ataupun LAS. Namun, texapon tetap memiliki daya membersihkan yang cukup baik (Mardiah et al., 2021). Penambahan natrium klorida (NaCl) dalam proses pembuatan sabun memiliki tujuan sebagai agen pengental untuk memisahkan antara produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak akan mengendap dengan adanya air garam, sementara sabun akan mengalami pengendapan. Natrium klorida berperan sebagai inti pembentukan dalam proses pemadatan, yang dapat mempengaruhi viskositas larutan, menyebabkan perubahan jenis koloid, dan meningkatkan kekuatan ionik dalam sediaan sabun. Dalam tahap ini, air diperlukan sebagai pelarut yang berinteraksi dengan sisi polar dari asam lemak, memengaruhi kelarutan sabun dalam air. Kadar air yang berkurang akan menghasilkan sabun yang lebih keras, sedangkan peningkatan kadar air akan menghasilkan sabun yang lebih lunak. Selain itu, kadar air dalam sabun juga memengaruhi kualitas sabun yang dihasilkan. Dokumentasi kegiatan ini ditampilkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Dokumentasi Kegiatan
Praktikum komputasi dengan menggunakan teknologi computer untuk memproses informasi dan menyelesaikan masalah, mencakup perhitungan, analisis, pengolahan data melalui algoritma sangat menunjang pemahaman pembelajaran kimia siswa menggunakan perangkat lunak. Visualisasi Molekul dengan Avogadro merupakan aplikasi analisis grafik dan pemodelan molekul yang memungkinkan pengguna untuk membuat, memanipulasi, serta melihat struktur molekul dalam format 2D maupun 3D. Aplikasi komputasi ini merupakan salah satu alat yang sangat diperlukan bagi ilmuwan, pendidik, dan pelajar yang tertarik untuk menjelajahi dunia struktur molekul yang menakjubkan. Dengan memungkinkan pengguna berinteraksi dengan molekul dalam lingkungan virtual, Avogadro memberdayakan para ilmuwan untuk memperdalam pemahaman mereka tentang struktur, reaksi, dan sifat kimia, yang pada akhirnya memajukan penelitian dan inovasi di bidang kimia. Pada modul ini dengan menggunakan aplikasi Avogadro, akan dilakukan visualisasi beberapa molekul sederhana untuk kemudian dianalisis sifat fisik dan kimianya seperti Gambar 5.
Gambar 5. Visualisasi menggunakan aplikasi avogadro
Setiap eksperimen yang didemonstrasikan dilakukan langsung oleh siswa di setiap kelompoknya. Semua siswa terlihat sangat antusias mengikuti setiap rangkaian kegiatan. Antusiasme tersebut juga terlihat dari banyaknya siswa yang penasaran dan aktif bertanya di setiap percobaan. Selain itu, sebagai data kuantitatif dalam mengevaluasi efektivitas metode pengajaran berbasis percobaan kimia sederhana dalam pengabdian masyarakat ini, dilakukan juga penyebaran google form yang berisi evaluasi umpan balik terhadap kegiatan yang dilakukan dengan skala kepuasan 1 sampai 4. Beberapa pertanyaan yang diajukan pada formulir umpan balik kegiatan tersebut berkaitan dengan efektivitas pelaksanaan kegiatan, pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan, peningkatan motivasi mereka dalam mempelajari ilmu kimia, manfaat kegiatan yang dilakukan, dan kepuasan mereka terhadap eksperimen kimia sederhana yang telah dilakukan. Berikut merupakan beberapa pertanyaan yang diajukan pada saat evaluasi kegiatan.
Jumlah siswa yang mengisi kuesioner umpan balik tersebut adalah 60 siswa yang merupakan siswa kelas 10, 11, dan 12 SMAN 3 Banjar. Berikut merupakan hasil pengisian kuesioner umpan balik yang diberikan dengan skala kepuasan 1 sampai 4.
Tabel 2. Hasil Umpan Balik Evaluasi Kegiatan
Jawaban (%) | ||||
No Pertanyaan | Skala 1 (tidak puas) | Skala 2 (kurang puas) | Skala 3 (puas) | Skala 4 (sangat puas) |
1 | 0,0 | 0,0 | 11,6 | 88,4 |
2 | 0,0 | 0,0 | 18,3 | 81,4 |
3 | 0,0 | 0,0 | 16,6 | 83,3 |
4 | 0,0 | 1,6 | 28,3 | 70,1 |
5 | 0,0 | 1,6 | 13,3 | 85,1 |
6 | 0,0 | 3,3 | 16,7 | 80 |
7 | 0,0 | 0,0 | 10 | 90 |
Berdasarkan hasil pengisian kuesioner umpan balik evaluasi kegiatan yang dapat dilihat pada Tabel 2, sebagian besar siswa mengisi skala kepuasan 4. Berdasarkan semua pertanyaan evaluasi yang diajukan, semua siswa mengisi skala 4 memiliki persentase di atas 70,1%. Untuk analisis lebih lanjut, ditentukan skala kepuasan total dari masing-masing siswa terhadap pelaksanaan kegiatan dan dampaknya dalam meningkatkan motivasi sains mereka. Berikut merupakan grafik diagram batang skala kepuasan total masing-masing siswa yang mengisi kuesioner evaluasi tersebut pada Gambar 6.
Gambar 6. Skala Kepuasan Siswa SMAN 3 Banjar Terhadap Kegiatan Keseluruhan
Berdasarkan diagram batang yang terlihat pada Gambar 5, dapat terlihat bahwa semua siswa memperoleh nilai kepuasan ≥ 75% terhadap semua rangkaian kegiatan dan pengaruhnya terhadap motivasi sains mereka. Hal tersebut menginterpretasikan bahwa hampir semua siswa mengisi skala kepuasan 4 (sangat puas) dari skala 1-4. Kemudian ditentukan rata-rata dari nilai masing-masing responden tersebut. Rata-rata yang diperoleh dari perhitungan nilai kuesioner tersebut adalah 95,05, dengan nilai minimum 75 dan nilai maksimum 100. Kemudian diperhitungkan juga nilai standar deviasinya dan diperoleh nilai 6,10. Selanjutnya diperhitungkan variansnya dan diperoleh nilai 37,22. Berdasarkan data yang diperoleh dari pengabdian masyarakat yang dilaksanakan dalam bentuk percobaan kimia yang dilaksanakan di SMAN 3 Banjar, dapat meningkatkan motivasi sains siswa dan minat mereka di bidang sains, terutama di bidang kimia. Metode pembelajaran menarik dengan demonstrasi kimia membuat siswa lebih memperoleh gambaran terhadap teori yang mereka dapatkan dan aplikasi kimia secara langsung. Hal tersebut dapat menjadi salah satu faktor utama dalam peningkatan motivasi sains siswa. Kegiatan percobaan kimia sederhana yang menuai respons positif dari siswa dan pihak sekolah menunjukkan bahwa metode ini efektif dalam meningkatkan semangat dan rasa ingin tahu siswa terhadap sains dalam kehidupan sehari-hari.
Referensi
[1] Acesta, A. (2020). Pengaruh Penerapan Metode Mind Mapping Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Naturalistic: Jurnal Kajian Dan Penelitian Pendidikan Dan Pembelajaran, 4(2b), 581 – 586. https://doi.org/10.35568/naturalistic.v4i2b.766
[2] AJ, A. M., & Saraswati, P. D. A. (2020). Peran dan Fungsi Pelembap pada Tatalaksana Dermatitis Atopi. Cermin Dunia Kedokteran, 47(3), 179–183.
[3] Asmarani, S. (2017). Analisis Jeruk Dan Kulit Jeruk Sebagai Larutan Elektrolit Terhadap Kelistrikan Sel Volta. Tesis. Universitas Lampung.
[4] Blankenburg, J. S., Höffler, T. N., & Parchmann, I. (2015). Fostering Today What is Needed Tomorrow: Investigating Students’ Interest in Science. Science Education, 100(2), 364 – 391.
[5] Corazza, M., Lauriola, M. M., Zappaterra, M., Blanchi, A., & Virgili, A. (2009). Surfactans, skin cleansing protagonists. Journal of the European Academy of Dermatology and Venerology, 24(1), 1 – 6.
[6] Damayanti, A. (2016). Pengaruh konsentrasi hpmc dan propilen glikol terhadap sifat dan stabilitas fisik sediaan gel ekstrak pegagan (Centella asiatica (L.) Urban). Tesis. Sanata Dharma University.
[7] Katewongsa, P., & Phaechamud, T. (2012). Development of Liquid Soap Containing Methanolic Extract of Cork Tree Stamen. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, 3(1), 384 – 390.
[8] Mardiah, A., Dewi, R., Emti, D. (2021). Pelatihan Pembuatan Sabun Cair Sebagai Peluang Wirausaha Rumah Tangga di Kota Pekanbaru. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol.5, 1211-1218.
[9] Myers, E.G. (1992). Soap and Detergents. In: Pearson, A.M., Dutson, T.R. (eds) Inedible Meat by-Products. Advances in Meat Research Series, ad, 149 – 176. https://doi.org/10.1007/978-94-011-7933-1_7.
[10] OECD. (2019). Programme for international student assessment (pisa) result from pisa 2018 (volume 1-3). https://www.oecd.org/pisa/publications/PISA2018_CN_IDN.pdf.
[11] Purba, A., Sumiyati, Simatupang, N.I., Natashya, S. (2021). Analisis Peningkatan Minat Belajar Kimia Siswa Pada Materi Sistem Periodik Unsur Menggunakan Aplikasi Periodic Table Quiz. Proceeding Universitas Muhammadiyah Surabaya https://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/Pro/article/view/7857
[12] Renninger, K.A., Hidi, S., Krapp, A., & Renninger, A. (Eds.). (1992). The Role of interest in Learning and Development (1st ed.). Psychology Press. https://doi.org/10.4324/9781315807430.
[13] Sianiar, D., Juliasih, N., Kiswandono, A. (2021). Pembuatan Sabun Cair Cuci Piring Berbasis Surfaktan Sodium Louryl Sulfate. Jurnal FMIPA Universitas Lampung. Vol. 6.
[14] Sriwulan, Anggraini, S., Nurfitria, N., Febriyantiningrum, K. (2023). Karakteristik Dan Efektivitas Formula Sabun Cuci Tangan Cair Handmade Dalam Menurunkan Angka Kuman. Jurnal Ilmiah Biologi. Vol 11.
[15] Thoriq, T., Rahayu, R. S., Ramdhani, Z. F., Pramesthi, A. R. Y., & Azis, M. Y. (2024). Peningkatan Literasi Sains Melalui Pengabdian Masyarakat Berbasis Eksperimen Kimia Sederana di SMAN 30 Garut. Jurnal Pengabdian Masyarakat, 3(1), 189-200.
[16] Yuliati, Y. (2017). Literasi Sains Dalam Pembelajaran Ipa. Jurnal Cakrawala Pendas, 3(2). https://doi.org/10.31949/jcp.v3i2.592