GUARDIAN (Guarding Underwater ARea for Development and restorAtioN): Mangrove, Seagrass, and Coral in Bintan
Nama Peneliti (Ketua Tim)

Rima Rachmayani



Ringkasan Kegiatan

Bintan menjadi salah satu gerbang wisata Indonesia yang disebut dengan cross border tourism karena lokasi Bintan yang berada di utara sebelum negara tetangga Singapore. Bintan juga memiliki potensi besar di bidang bahari seperti perikanan tangkap dengan peringkat ke-3 terbesar di Kepulauan Riau, hutan mangrove di Sungai Sebong dan terbentang sepanjang 6,8 km; terumbu karang yang indah di daerah pesisir timur Telukbakua; padang lamun dengan keanekaragaman dan tutupan lamun yang tinggi tersebar hampir diseluruh wilayah pesisir Pulau Bintan. Namun dibalik potensi besar tersebut, terdapat penurunan kualitas dan kuantitas dari mangrove, terumbu karang, dan padang lamun tersebut. Ekosistem mangrove di Teluk Bintan di beberapa kawasan telah mengalami kerusakan akibat terjadinya pengembangan pemukiman masyarakat, pengembangan infrastruktur transportasi darat, serta pembalakan oleh masyarakat. Hasil pengamatan citra satelit dari tahun 1990 hingga 2013 luasan mangrove mengalami penurunan sebesar 501,39 hektar atau 27,1% (Saputra dkk., 2016). Faktor penyebabnya karena terjadi penebangan pohon mangrove untuk bahan bakar pembuatan genteng, pembangunan infrakstruktur seperti jalan raya, pelabuhan tangkahan perahu nelayan serta adanya pembuatan tambak. Berdasarkan penerapan skenario rehabilitasi selama 15 (30) tahun maka luas mangrove yang harus dikompensasi akibat kerusakan yang terjadi adalah seluas 1091,73 (1743,41) hektar (Winarno dkk., 2016). Sementara itu, ekosistem lamun dapat terganggu oleh berbagai faktor seperti perubahan suhu, polusi, kerusakan habitat, destructive fishing, dan pencemaran laut yaitu minyak. Pemantauan kondisi lamun sangat penting dilakukan untuk memastikan keseimbangan ekosistem tetap terjaga, terutama pada daerah konservasi seperti di Desa Pengudang yang menjadi wilayah konservasi lamun. Citra Sentinel-2A pada tahun 2018 (2020) mencapai angka 8.43 (7.43) hektar yang mengindikasikan penurunan luas padang lamun (Putra dkk., 2023). Menurut Adriman dkk., (2012), ekosistem terumbu karang di Kawasan Konservasi Perairan Daerah (RMPA) Bintan Timur terus berlanjut mendapat tekanan dari berbagai kegiatan seperti penangkapan ikan, pariwisata, polusi dan penambangan (pasir laut, pencucian pembuangan tailing bauksit, pasir tailing lahan pertambangan). Ketiga ekosistem tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor kelautan seperti arus laut, gelombang laut, suhu laut, salinitas laut, dan parameter lingkungan lainnya seperti Total Suspended Solid (TSS), Dissolved Oxygen (DO), Biologycal Oxygen Demand (BOD), nutrien, sedimen, kedalaman dan mikroorganisme. Dengan demikian pemetaan parameter oseanografi; monitoring ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu karang; serta restorasi ketiga ekosistem tersebut perlu dilakukan secara berkelanjutan. Kolaborasi dilakukan dengan Rumah Ulin sebagai penggiat dalam pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup, yang sudah bersedia bekerja sama sebagai mitra.

Tujuan dari pengabdian kepada masyarakat tahun ini adalah:

· Pemetaan parameter oseanografi secara spasial dan temporal dengan memanfaatkan data sekunder yang tersedia di database seperti Copernicus, SODA, Hycom selama 30 tahun terakhir dan pemetaan ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu karang dengan memanfaatkan citra satelit dari 30 tahun yang lalu hingga saat ini.

· Monitoring parameter oseanografi dan ekosistem berbasis masyarakat dengan pengukuran in situ secara berkala.

· Restorasi ekosistem mangrove, ekosistem padang lamun, dan ekosistem terumbu karang yang perlu dilakukan secara berkelanjutan guna peningkatan kualitas sumber daya laut dan sektor pariwisata di Pulau Bintan.

Target kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah:

· Pembuatan peta spasial dan temporal parameter oseanografi (arus laut, gelombang laut, suhu laut, salinitas laut) dari data sekunder selama 30 tahun.

· Pembuatan peta monitoring tutupan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang dari data satelit selama 30 tahun.

· Sosialisasi hasil pembuatan peta parameter oseanografi dan tutupan ekosistem kepada pemangku kebijakan dan masyakarat.

· Edukasi mengenai parameter oseanografi dan ekosistem laut kepada anak-anak sekolah.

· Penanaman mangrove, padang lamun, dan terumbu karang pada lokasi yang sudah terdegradasi.
Pendekatan/ metode yang dilakukan:

  • Pemetaan parameter oseanografi dan tutupan ekosistem dilakukan oleh mahasiswa Oseanografi dengan memanfaatkan data-data sekunder dari database yang tersedia selama lebih dari 30 tahun hingga sekarang.
  • Meningkatkan kesadaran dengan menyelenggarakan kampanye dan lokakarya pendidikan (sosialisasi dan edukasi) untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya konservasi laut, dampak aktivitas manusia terhadap ekosistem laut, dan tantangan spesifik yang dihadapi di perairan Bintan.
  • Restorasi mangrove, padang lamun, terumbu karang dengan melakukan kolaborasi dengan otoritas dan organisasi lokal. Ketiga ekosistem tersebut memainkan peran penting dalam melindungi garis pantai, menyediakan habitat bagi kehidupan laut, dan menyerap karbon dioksida
  • Pemantauan parameter oseanografi dan ekosistem dengan membangun program pemantauan berbasis masyarakat untuk menilai kesehatan perairan dan ekosistem Bintan secara berkala. Hal ini dapat melibatkan pengumpulan data in situ tentang parameter seperti suhu, salinitas, kadar oksigen terlarut, dan konsentrasi nutrisi.
  • Kolaborasi dan advokasi dengan melibatkan lembaga pemerintah daerah, LSM, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengadvokasi kebijakan dan peraturan yang lebih kuat guna melindungi perairan dan ekosistem di Bintan. Berkolaborasi dengan organisasi-organisasi ini untuk menerapkan praktik dan inisiatif berkelanjutan. Pada pengabdian ini, kolaborasi dilakukan dengan Rumah Ulin sebagai penggiat dalam pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup.



Capaian

Pemetaan parameter oseanografi secara spasial dan temporal dengan memanfaatkan data sekunder yang tersedia di database seperti Copernicus, SODA, Hycom selama 30 tahun terakhir dan pemetaan ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu karang dengan memanfaatkan citra satelit dari 30 tahun yang lalu hingga saat ini.



Testimoni Masyarakat

Mengetahui luas tutupan/covering area dari ekosistem mangrove, padang lamun, dan teurmbu karang di Indonesia. Mengetahui kendala/ancaman yang dapat menjadi sumber berkurangnya luas tutupan ekosistem di atas tersebut Mendapatkan networking untuk kerjasama dalam riset, pengabdian kepada masyarakaty, dan juga pendidikan dengan nomor Perjanjian Kerja Sama pihak ke-2 (FITB), yaitu 5364/IT1.C01/KS.00/2024