Nurrohman Wijaya
Salah satu agenda Nawacita yang terdapat dalam rencana pembangunan nasional adalah pembangunan negara Indonesia yang dilakukan dari daerah pinggiran dengan menguatkan unsur sosial, ekonomi, dan pembangunan sumber daya manusia di seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah tertinggal, baik yang ada di kepulauan terluar dan daratan. Negara Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki banyak daerah yang berada di daerah terluar dan berbatasan dengan negara lain. Pada umumnya, daerah tersebut berada pada kondisi yang tertinggal dan kurang berkembang. Kebijakan dan program pengembangan wilayah di daerah yang Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) sudah diterapkan. Namun, kesenjangan antar wilayah masih seringkali terjadi. Salah satu penyebab kesenjangan adalah akibat adanya perbedaan kualitas dan kuantitas kemampuan sumber daya, baik faktor sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Beberapa upaya pengembangan dan peningkatan sumber daya di daerah 3T sudah diterapkan oleh pemerintah pusat dan daerah serta dukungan pihak lainnya. Namun, kinerja dan keberlanjutan suatu kebijakan dan program kadangkala tidak berjalan efektif dan efisien. Hal tersebut dapat terjadi akibat rendahnya pemahaman masyarakat dalam mengidentifikasi isu/permasalahan dan kebutuhan utama yang terjadi di daerahnya. Salah satu daerah 3T yang perlu diperhatikan adalah desa-desa kepulauan yang terdapat di Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku. Pengembangan desa-desa kepulauan akan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan lokasi dan pengembangan wilayah kabupatennya. Namun, berbagai faktor, seperti tingkat pemahaman masyarakat desa, serta kapasitas dan kemampuan masyarakat desa dalam mengidentifikasi isu dan potensi yang dimilikinya menjadi penghambat dalam proses pembangunan. Hal ini disebabkan antara lain oleh keterbatasan akses transportasi, jaringan informasi, pendidikan, bahkan infrastruktur dasar. Padahal, daerah tersebut memiliki potensi besar terhadap kekayaan alam, keragaman budaya, dan keunikan masyarakat desanya. Oleh karena itu, penguatan kapasitas masyarakat desa kepulauan menjadi salah satu bentuk upaya untuk peningkatan kualitas masyarakat desa agar lebih paham dan sadar akan pentingnya mengindentifikasi isu dan potensi secara tepat sesuai dengan kekhasan dan karakteristik daerah yang mereka miliki, sehingga akan berdampak pada kesejahteraan dan pelayanan publik yang optimal di masa yang akan mendatang. Berdasarkan hasil kegiatan pengabdian masyarakat sebelumnya dan hasil korespondensi dengan pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku, kami mengusulkan kegiatan pengabdian masyarakat dengan fokus pada peningkatan pemahaman masyarakat terkait penerapan pendekatan Rapid Participatory Rural Appraisal (Rapid PRA) bagi masyarakat desa kepulauan. PRA merupakan kajian penilaian desa secara partisipatif. Secara sederhana, PRA dapat diartikan sebagai teknik penyusunan dan pengembangan program operasional yang diperuntukkan membangun pedesaan dengan karakteristik desa. Dalam hal ini, PRA merupakan suatu kegiatan penilaian partisipatif pada masyarakat desa, sehingga akan diperoleh keluaran berupa suatu program atau rencana aksi yang sesuai dengan isu dan permasalahan kehidupan masyarakat desa setempat. Hasil capaian kegiatan pengabdian masyarakat ini diharapkan juga dapat dijadikan sebagai rekomendasi kebijakan yang bisa dimanfaatkan oleh pemerintah desa dan pemerintah daerah.
Mendampingi masyarakat dan BUMDes Desa Kepulauan dalam menemunekali permasalahan dan isu wilayah desanya menggunakan pendekatan PRA yang berwawasan keberlanjutan
Kegiatan ini bermanfaat bagi masyarakat desa kepulauan dan pemerintah daerah, khususnya Pemerintah Desa dan Organisasi Pemerintah Daerah terkait untuk mengembangkan potensi daerahnya melalui kegiatan perkeonomian lokal yang berkelanjutan dan inovatif.